Pemanfaatan Kelautan Dalam
Perspektif Al Qur’an
(Sebuah Upaya
Mengentaskan Kemiskinan Masyarakat Pesisir
di Indonesia)
Oleh: Suprapto
Abstrak:
Tulisan ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan besar, tentang kondisi bangsa
yang telah dikaruniai nikmat demikian besar dan luas; laut dengan segala
kekayaan di dalamnya. Namun belum juga mampu memberikan kontribusi yang cukup
signifikan dalam memberikan kesejahteraan, dan mengentaskan kemiskinan bagi
rakyatnya. Sementara jumlah penduduk bangsa ini demikian menakjubkan yakni 190
juta dari penduduknya adalah muslim. Umat ini telah memiliki al Qur'an sebagai
pedoman hidup; tersebut di dalamnya tentang laut, fungsi dan kekayaannya.
Pertanyaan selanjutnya apakah pedoman ini belum memberikan artikulasi yang pas,
bagaimana implementasi logis dari ayat yang akan senantiasa shalih li kulli
makan wa zaman ini. Pendekatan tafsir maudhu'i dibarengi dengan pemahaman
yang holistic akan mampu memberikan masukan yang berharga sehingga pada
akhirnya umat Islam akan mampu berperan lebih aktif dan banyak dalam
mensejahterakan komunitasnya. Sudah saatnya bangsa ini bangun dan menjadi besar
dengan landasan kelautan dan perikanan sebagai prime mover dalam
pembangunan. Nelayan akan merasa bangga sebagai nelayan yang tercukupi hajat
kehidupannya; dengan adanya pengaturan dan pengelolaan sumber daya alam ini
dengan baik dan benar. Jadilah umat ini umat yang terbaik, the best and
chosen society.
Key
words: artikulasi, tafsir maudhu'i, prime mover, the best and chosen society.
I. Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Jumlah yang besar ini
mengindikasikan pula kekayaan biodiversity yang dipunyai Indonesia. Dalam buku
yang dikeluarkan Conservation International : “Megadiversity : Earth’s Biologically Wealthiest Nations” (1998)
disebutkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dalam hal keanekaragaman
hayati. Namun eksplioitasi berlebihan pada sumberdaya hayati sekarang ini
menjadi isu kritis, dan menjadi masalah dari manajemen biodiversiti. Isu
terakhir yang banyak menyita perhatian adalah kerusakan terumbu karang (coral reef), karena perannya yang
sentral dalam ekosistem laut.[1]
Dengan panjang pantai 81.000 km indonesia
bisa dikatakan negara yang memiliki paling banyak ragam terumbu karang di
kawasan Asia Pasifik. Dari hasil penelitian P3O-LIPI sudah berhasil diidentifikasi 354 tipe dan 75
famili terumbu karang. Terumbu karang mempunyai peran penting. Dengan
keberadaannya, pantai dan desa-desa yang terletak di dekat pantai terlindungi
dari hantaman ombak. Terumbu karang juga merupakan komponen penting untuk
bermacam-macam produk manufaktur, seperti farmasi, kesehatan dan industri
pangan. Juga untuk turisme, variasi terumbu karang yang berwarna-warni dan
dalam bentuk yang memikat merupakan atraksi tersendiri untuk orang-orang asing
maupun turis domestik, sebagaimana misalnya di Maluku dan Sulawesi Utara.
Adapun yang jarang diketahui orang adalah kemampuan terumbu karang dalam
memproduksi oksigen sebagaimana hutan di daratan.[2]
Adalah penelitian Jerry Allan dan Bridge yang
keduanya ahli kelautan handal, bahwa pusat keanekaragaman hayati di Indonesia
dinamakannya ‘parrol tri angle’ yang
terletak antara wilayah maluku, banda, dan Sulawesi-NTB. Semakin jauh dari
wilayah itu, kwalitas keanekaragaman hayati semakin rendah. Begitu juga dalam
arus arlindo yang terjadinya percampuran air laut dari samudera pasifik membuat
yang namanya ‘nutrian and richment’ yakni pengkayaan unsur hara dari
nitrogen, pospor dan lainnya selalu ada di laut kita. Secara teoritis hal ini
akan menghasilkan kesinambungan kekayaan tersebut, seperti halnya keberadaan
minyak di arab saudi yang terus mengalir.
- Bangsa Pelaut Sebagai Populasi Muslim Terbesar
Statistik penduduk Islam sedunia menunjukkan
bahwa umat Islam Indonesia menduduki
rangking teratas. Muslim Indonesia merupakan kumpulan orang Islam yang
berhimpun di satu tempat terbanyak di jagad ini. Secara kuantitas, muslim
Indonesia mencapai jumlah hingga lebih dari 190 juta manusia yang merupakan 87
% dari seluruh penduduk kepulauan terluas di muka bumi. Uniknya, tempat
bermukimnya umat Islam terbanyak berhimpun itu adalah kepulauan terluas di muka
bumi ini. Masya Allah. Tradisi kemaritiman bangsa Indonesia pun juga telah
mendarah daging dan berumur panjang. Hal ini dibuktikan dengan beberapa catatan
sejarah, artefak, peninggalan sejarah serta bahasa dan jejak kebudayaan bangsa
Nusantara yang menyebar dari Madagascar di Lautan Hindia hingga ke Hawaii dan
Marquesas di lautan Pasifik.[3]
B. Permasalahan
Yang menjadi teka-teki, mengapa umat yang
begitu banyak, dan penduduk suatu negeri kepulauan yang telah mengenal Islam
selama lebih dari 13 abad, masih juga belum memperoleh manfaat dari petunjuk
yang diberikan secara berlimpah-limpah di dalam kitab suci pegangannya, Al
Qur’an? Terutama tentang menuai karunia Allah dari lautan. Apakah ada pesan Al
Qur’an yang belum sampai? Atau apakah ada proses penafsiran yang kurang tepat
sehingga, para penganut Islam di negeri kepulauan ini gagal menangkap
pesan-pesan yang amat sangat berharga bagi mengangkat harkat, memakmurkan diri
mereka, menyelamatkan hidup di dunia, sebagaimana juga menjamin kehidupan yang
penuh kenikmatan di akhirat kelak ? Apakah para ulama dan guru-guru agama kita
telah gagal mengartikulasikan dan memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk
mencari rezeki di laut berdasarkan bunyi ayat ”supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur” ?
Bagaimana hal ini bisa terjadi ? Padahal apabila inspirasi dari Al Qur’an ini
tidak muncul, maka wajar saja bila ribuan insinyur muslim, teknokrat dan
birokrat putra Indonesia, telah gagal atau paling tidak belum
bersungguh-sungguh dalam “membumikan”, atau lebih tepatnya “melautkan”, pesan
Al Qur’an untuk membangun khayran ummah, the best and chosen society,
yang berwawasan kelautan.
Tulisan ini akan memaparkan secara singkat
bagaimana al Qur’an telah memberikan rambu-rambu pemanfaatan kelautan, demi
rahmat-Nya kepada hamba-Nya agar mereka bersyukur dan mau memikirkan segenap
nikmat-nikmat-Nya. Penulis akan membatasi tulisan pada :
1. Bagaimana
al Qur’an berbicara tentang pemanfaatan kelautan?
2. Apa
solusi untuk mengentaskan kemiskinan
terutama masyarakat pesisir dari pemanfaatan kelautan ini?
Dalam kontek ini maka, pemanfaatan kelautan
khususnya di Indonesia ini, akan dikaitkan sebagai satu upaya yang harus segera
dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan penduduknya,
khususnya masyarakat pesisir –nelayan-. Penulis menggunakan pendekatan tafsir
tematik, sebagai satu upaya merefleksikan kebenaran mutlak nash yang tak
terbantahkan ke dalam tataran empiris sensual kondisi masyarakat, khususnya di
Indonesia.
II.
Pembahasan
A.
Pengertian Tafsir Tematik
Tafsir Tematik dalam bahasa Arab disebut
tafsir maudhu’i. Tafsir maudhu’i terdiri dari dua kata, yaitu
kata tafsir dan kata maudhu’i. Kata tafsir termasuk bentuk masdar (kata
benda) yang berarti penjelasan, keterangan, uraian.[4]
Kata maudhu’i dinisbatkan kepada kata maudhu’, isim maf’ul dari
fi’il madhi wadha’a yang memiliki makna beraneka ragam, yaitu yang
diletakkan, yang diantar, yang ditaruh,[5]
atau yang dibuat-buat, yang dibicarakan/tema/topik. Makna yang terakhir ini
(tema/topik) yang relevan dengan konteks pembahasan di sini. Secara harfiah
tafsir maudhu’i dapat diterjemahkan dengan tafsir tematik, yaitu tafsir
berdasarkan tema atau topik tertentu.
Pengertian tafsir tematik (maudhu’i)
secara terminologi banyak dikemukakan oleh para pakar tafsir yang pada
prinsipnya bermuara pada makna yang sama. Salah satu definisi maudhu’i/tematik
yang dapat dipaparkan di sini ialah definisi yang dikemukakan Abdul Hayyi
al-Farmawi sebagai berikut, yaitu pola penafsiran dengan cara menghimpun
ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang sama dalam arti sama-sama
membicarakan satu topik dan menyusun berdasarkan masa turun ayat serta
memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya, kemudian diberi penjelasan,
uraian, komentar dan pokok-pokok kandungan hukumnya.[6]
Definisi tafsir maudhu’i ini
memberikan indikasi bahwa mufassir yang menggunakan metode dan pendekatan
tematik dituntut harus mampu memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan
topik yang dibahas, maupun menghadirkan dalam fikiran pengertian kosa kata ayat
dan sinonimnya yang berhubungan dengan tema yang ditetapkan. Mufassir menyusun
runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya dalam upaya mengetahui perkembangan
petunjuk al-Qur’an menyangkut persoalan yang dibahas, menguraikan satu kisah
atau kejadian membutuhkan runtutan kronologis peristiwa. Mengetahui dan
memahami latar belakang turun ayat (bila ada) tidak dapat diabaikan, karena hal
ini sangat besar pengaruhnya dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an secara benar.
Untuk mendapatkan keterangan yang lebih luas, penjelasan ayat, dapat ditunjang
dari hadis, perkataan para sahabat, dan lain-lain yang ada relevansinya.
Konsep yang dibawa mufassir dari hasil
pengalaman manusia dalam realitas eksternal kehidupan yang mengandung salah dan
benar dihadapkan kepada al-Qur’an. Hal ini bukan berarti bahwa mufassir
berusaha memaksakan pengalaman manusia kepada al-Qur’an dengan dengan
memperkosa ayat-ayat untuk mengingkari kehendak manusia, melainkan untuk
menemukan pandangan al-Qur’an dalam kapasitasnya sebagai sumber inovasi dan
penentu kebenaran Ilahi yang dikaitkan dengan kenyataan hidup.
B. Langkah-langkah dalam tafsir tematik
Pada tahun 1977, Prof. Dr.
Abdul Hay Al-Farmawiy, yang juga menjabat guru besar pada Fakultas Ushuluddin
Al-Azhar, menerbitkan buku Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu'i dengan
mengemukakan secara terinci langkah-langkah yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan
metode mawdhu'iy. Langkah-langkah tersebut adalah:
(a)
Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik);
(b)
Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut;
(c)
Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang
asbab al-nuzul-nya;
(d)
Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing;
(e)
Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline);
( f) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan
dengan pokok bahasan;
(g) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara
keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang
sama, atau mengkompromikan antara yang 'am (umum) dan yang khash (khusus),
mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga
kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.[7]
III. Ayat-ayat Tentang Laut
Dari 6.236 ayat dalam al
Qur’an sedikitnya ada 32 ayat yang membicarakan tentang laut dalam berbagai
dimensinya; ada sebagai metafor keluasan ilmu-Nya, ada yang menunjukkan
kewilayahan dalam aktivitas dan tempat yang penuh resiko bagi yang ada di
dalamnya kecuali dengan penguasaan dari Allah swt. Dan beberapa ayat yang
secara khusus mengisayaratkan untuk pemanfaatannya, demi kemakmuran penduduk
negeri.[8]
Tak cuma itu, akurasi Alquran dalam membahas
soal lautan juga terlihat dari perbandingan jumlah ayat. Dalam Alquran terdapat
32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang kata 'darat' terkandung dalam 13 ayat
Alquran. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan
71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 persen dari 45.
Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 persen bumi ini berupa
lautan dan 28,88 persen berupa daratan.[9]
Ayat ayat itu antara lain:
إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ
الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ
فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ
بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa
yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air,
lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(QS. Al Baqarah [2] : 164).
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ
الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً
تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(14)
Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. An Nahl [16] : 14).
رَبُّكُمُ
الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا(66)
Tuhan-mu
adalah yang melayarkan kapal-Kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari
sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.(QS. Al Isra [17] : 66).
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ
يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ
الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(46)
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya
dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu
dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Ar Ruum [30] : 46).
وَمَا
يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ
أُجَاجٌ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً
تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(12)
Dan
tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang
lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging
yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya,
dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya
kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. (QS. Al Fathir [35] : 12).
اللَّهُ الَّذِي
سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا
مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(12)
Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya
kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat
mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al
Jatsiyah [45] : 12).
IV.
Penafsiran Ulama Tafsir
A. As
Sa’diy
1. Pada
ayat 164 surat al baqarah, dijelaskan bahwa kapal-kapal atau yang semisalnya
yang telah diilhamkan Allah kepada manusia untuk membuatnya dan berlayar dengan
bantuan angin dengan membawa barang-barang dagangan adalah dengan izin Allah.[10]
2. Ayat
14 surat an Nahl, dikatakan bahwa Allah sendiri yang menyediakan kebutuhan yang
bermacam-macam bagi manusia; dari berbagai jenis ikan, juga kapal-kapal yang
berlayar dari satu negeri ke negeri lain dengan membawa barang-barang perdagangan
dan para penumpang yang bepergian.[11]
3. Dikatakan
pada suarat al Isra’ ayat 66, sebagai berikut; Allah mengingakan kepada
hamba-Nya akan ni’mat ditundukkannya laut untuk berlayarnya kapal-kapal dan
semua berjalan dengan rahmat-Nya dan kasih sayang-Nya. Dengan mengilhamkan
pembuatan alat-alat transportasi laut, adalah untuk kemakmuran manusia karena
rahmat-Nya.[12]
4. Surat
Ruum ayat 46, dikatakan dan agar berlayar kapal-kapal di atas laut dengan
kekuasaan-Nya, agar mencari segenap kekayaan laut dalam pekerjaan dan juga
kemaslahatan mereka.[13]
5. Surat
Fathir ayat 12, dikatakan lahman thariyyan adalah ikan yang dimudahkan
dalam penangkapannya, dan mutiara-mutiara serta semua yang terkandung di dalam
laut untuk bisa digali.[14]
B. Sayyid Quthb
Dalam
tafsirnya Fi Dhilal al Qur’an, dijelaskan sebagai berikut:
1. Sayyid
Quthb dalam memberikan tafsirnya pada ayat 164 surat al Baqarah;
وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا
مِنْ فَضْلِهِ adalah bahwa
kebesaran kapal-kapal yang berlayar di atas laut dengan segala kemegahan dan
muatannya tidak ada apa-apanya dibanding dengan kebesaran Allah dan
kekuasaan-Nya. [15]
2. Pada
ayat 14 surat an Nahl; وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ
الْبَحْرَ
adalah betapa
sangat indahnya pemandangan di permukaan laut dengan kapal-kapal yang berlayar
di atasnya. Kemudian untuk kelanjutan ayat ini dia mengungkapkan bahwa adalah
merupakan kebutuhan yang dharuriy; seperti ikan-ikan yang ada di dalamnya, dan
barang tambang yang dikandung bagi kebutuhan ummat manusia.[16]
3. Ayat 66 surat al Isra’; dijelaskan adalah merupakan keagungan Allah
dalam menundukkan kapal-kapal di tengah dasyatnya samudara.[17]
4. Surat Ruum ayat 46; dikatakan
bahwa kegunaan laut adalah untuk perdagangan dan perjalanan (transportasi).[18]
5. Pada ayat 12 surat Fatir;
disebutkan proses terjadinya mutiara, pemanfaatan laut sebagai jalur
perdanganan dan perjalanan, pemanfaatan ikan-ikan yang segar bagi manusia,
perhiasan dan menggunakan air serta kapal-kapal berat.
Bisa penulis katakan bahwa penafsiran klasik akan lebih
condong pada ketauhidan; dengan mengusung terma kekuasaan dan rahmat Tuhan bagi
manusia. Sebab karena kekuasaan-Nya lah semua bisa dimanfaatkan bagi manusia.
V.
Kemanfaatan Laut
Pada
zaman dahulu (sebelum Islam datang dan masa awal Islam sampai abad pertengahan)
fungsi laut adalah sebagai salah satu jalur transportasi yang sangat populer
bagi manusia setelah jalur darat, laut memberikan kontribusi yang sangat luas
bagi kemakmuran hidup manusia. Ini bisa dimaklumi dikarenakan secara geografis
pun komposisi laut jauh lebih besar dari pada daratan. Sehingga manusia
senantiasa berusaha dengan segala upaya agar mampu memanfaatkan jalur ini untuk
kepentingan perdagangan mereka dan juga kepentingan transportasi laut lainnya.
A. Sarana Transportasi
Manfaat
laut untuk kepentingan transportasi ini sudah dijelaskan dalam firman-Nya di
surat al Baqarah ayat 164; وَالْفُلْكِ
الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا
يَنْفَعُ النَّاسَ “dan kapal-kapal yang berlayar di lautan
dengan membawa apa yang bermanfaat bagi manusia”. Dengan segala bentuk
aktivitas para nelayan dan mungkin juga dari angkatan perang yang memanfaatkan
jalur ini tentu harus dalam koridor senantiasa untuk melakukan inovasi-inovasi
agar lebih maju baik dari segi peralatan dan sarana pendukung agar mampu
menundukkan segenap bencana yang ada di laut apakah itu badai, kehilangan arah
dan tidak adanya angin yang membuat kapal-kapal konvensional berhenti tidak
mampu bergerak, Allah juga berfirman: وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ
يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ
الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ “Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya
dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya. Itulah mengapa kita
senantiasa dimaklumkan oleh Allah untuk senantisa memikirkan kondisi alam yang
demikian menakjubkan ini, di mana semua harapan inovasi ini hanya akan bisa dilakukan
bagi mereka yang mau memikirkannya.
Sebagai
jalur transportasi laut yang mengantarkan manusia kemana yang dia mau, dari
satu negeri ke negeri lain, dari satu pulau ke pulau lain; dengan berbagai
kepentingannya apakah sebagai transportasi perang, perdagangan, atau ekspedisi
biasa. Hal ini tidak akan bisa ada tanpa rahmat-Nya yang menundukkan
kapal-kapal yang berlayar itu dan juga laut dengan segalam gejala alam yang
melingkupinya.
B.
Lahan Eksploitasi di Dalamnya
1. Sumber
Hayati
Inilah
keistimewaan agama Islam yang telah begitu sempurna memberikan ajarannya kepada
para pemeluknya dengan memberikan hukuman halal bagi segenap hewan-hewan laut
baik yang masih hidup dalam proses penangkapan atau pun sudah mati ketika
ditangkap.
Bisa
dibayangkan laut yang mempunyai prosentasi 70% dibandingkan dengan daratan,
tentu keanekaragaman hayatinya jauh lebih banyak dibandingkan dengan daratan,
kemudian akan dilabeli haram tentu akan sangat menyusahkan manusia yang akan
memanfaatkan kekayaan yang terkandung di dalamnya.
a. Hewan-hewan
Laut
Dalam
konteks Indonesia jenis Fauna yang ada di lautan Indonesia sungguh sangat luar
biasa banyaknya, apalagi untuk kawasan timur Indonesia. Jenis ikan yang ada di
Indonesia ratusan bahkan ribuan spesies. Tentu sangat besar kemanfaatannya jika
dikelola dengan baik dan tanpa eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.
Betapa
dengan perairan yang dimiliki bangsa ini, sudah dapat diduga dengan kurang
optimalnya pengamanan akan memberikan implikasi banyaknya pencurian kekayaan
kita oleh orang-orang luar Indonesia, lihat tabel.
Memang
kepemilikan menurut Islam; utamanya masalah air (baca: laut dan kandungan di
dalamnya) ini tentu milik umum, sehingga tiap individu dapat memanfaatkannya
namun kita harus menyerahkan urusan pengelolaannya kepada negara agar dapat
dijaga adanya monopoli di antara anggota masyarakatnya.
b. Flora
Rumput
laut adalah tumbuhan yang paling populer di antara kita karena kita sudah lama
memanfaatkan ini. Namun tentu masih banyak tumbuhan-tumbuhan lain yang ada di
dalam laut yang menantang kita untuk memanfaatkannya. Taman Bawah Laut Bunaken
di laut Sulawesi adalah satu di antara sekian banyak komunitas bawah laut yang
dapat dinikmati dan memberikan income bagi para pengelola; Pemda dan juga untuk
warga sekitar dengan memberikan pelayanan jasa boga atau tempat peristirahatan.
2. Sumber
non Hayati
Barang-barang
tambang seperti emas, perak dan logam-logam lainnya tentu bukan tidak mungkin
juga terdapat di dalam laut, sebagaimana sudah dieksplorasi dan dieksploitasi
barang-barang tambang lainnya di daratan, sebagaimana firman-Nya : وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَ"
“dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu
memakainya”.
Bahan
bakar minyak adalah sumber langka yang walaupun termasuk dalam golongan sumber
alam yang tidak mampu untuk diperbaharui namun tidak dapat dipungkiri sumber
cadangannya juga cukup besar dan berada
dilepas pantai.
Allah
mengisyaratkan ini dengan ayatnya: وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ “dan laut yang di yang menyala”, mungkin karena kandungan minyak
yang ada di dalamnya yang sangat besar sehingga nantinya akan mengakibatkan
ledakan besar dari bahan bakar ini pada saatnya, wallahu ‘alam.
Merupakan tugas para insinyur dan
para ahli serta negara dalam
melaksanakan eksplorasi setiap saat dan senantiasa dikembangkan demi
kesejahteraan yang merata.
C.
Nelayan dan Kemiskinan
Apa yang telah dipaparkan di muka
tentang kelautan tidak bisa dilepaskan dari kata nelayan[19],
kelompok masyarakat yang senantiasa dikaitkan dengan masalah kemiskinan.
Bermukim
dekat laut dengan beragam jenis ikan dan sumber daya kelautan lainnya selama
ini tidak membuat masyarakat pesisir hidup berkecukupan. Justru kemelaratanlah
yang begitu akrab dengan kehidupan sebagian besar mereka. Kemiskinan memang
dialami sekitar 90 persen atau 119 juta penduduk yang tinggal di wilayah
pantai. Jumlah masyarakat pesisir ini mencapai 60 persen dari penduduk
Indonesia. Sementara kalau
dilihat dari potensi bangsa Indonesia ini, tentu sangat ironis terjadi hal yang
demikian, tentu ada hal yang salah dalam pengaturan semua ini.
Sebut misalnya Riau, yang meski tergolong
provinsi terkaya di Indonesia, 42 persen penduduknya berada di bawah garis
kemiskinan. Mereka itu umumnya adalah masyarakat pesisir. Ini seperti yang
diungkapkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau Prof Dr Tengku
Dahril dalam kunjungan kerja Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Prof Dr Widi Agus Pratikto.[20]
Segala sumber tambang dan
kekayaan laut di Indonesia harus dilindungi agar mampu memberikan kemanfaatan
yang merata dan memberiakan kesejahteraan bagi penduduknya. Walaupun sebagai
mana diungkapkan di atas laut dan kekayaannya adalah milik umum namun harus ada
campur tangan pemerintah untuk mengatur ini. Sehingga prakteknya, kepemilikan umum ini dikelola oleh negara, dan
hasilnya (keuntungannya) dikembalikan kepada masyarakat. Bisa dalam bentuk
harga yang murah, atau bahkan gratis, dan lain-lain. Adanya pengaturan
kepemilikan umum semacam ini, jelas menjadikan aset-aset startegis masyakat
dapat dinikmati bersama-sama. Tidak dimonopoli oleh seseorang atau sekelompok orang,
sehingga yang lain tidak memperoleh apa-apa; sebagaimana yang tejadi dalam
sistem kapitalis.
D.
Problematika Kepemilikan
Ketidakseimbangan ini akan bisa kita telusuri dari masalah
kepemilikan. Pengaturan kepemikikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan
masalah kemiskinan dan upaya untuk mengatasinya. Syariat Islam telah mengatur
masalah kepemilikan ini, sedemikian rupa sehingga dapat mencegah munculnya
masalah kemiskinan. Bahkan, pengaturan kepemilikan dalam Islam, memungkinkan
masalah kemiskinan dapat diatasi. Pengaturan kepemilikan yang dimaksud mencakup
tiga aspek, yaitu jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan
pendistribusian kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana pengaturan
kepemilikan ini dapat mengatasi masalah kemiskinan, dapat dijelaskan secara
ringkas sebagai berikut:[21]
1. Jenis-jenis kepemilikan
Syariat
Islam mendefinisikan kepemilikan sebagai izin dari as-Syari’ (Pembuat Hukum)
untuk memanfaatkan suatu zat atau benda. Terdapat tiga macam kepemilikan dalam
Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
a. Kepemilikan
individu adalah izin dari Allah Swt.. kepada individu untuk memanfaatkan sesuatu.
Allah Swt. telah memberi hak kepada individu untuk memiliki
harta baik yang bergerak maupun tidak bergerak. Tentu sepanjang harta tersebut
diperoleh melalui sebab-sebab yang dibolehkan, misalnya: hasil kerja, warisan,
pemberian negara, hadiah dan lain-lain.
Adanya kepemilikan individu ini, menjadikan seseorang
termotivasi untuk berusaha mencari harta, guna mencukupi kebutuhannya. Sebab,
secara naluriah, manusia memang memiliki keinginan untuk memiliki harta. Dengan
demikian, seseorang akan berusaha agar kebutuhannya tercukupi. Dengan kata
lain, dia akan berusaha untuk tidak hidup miskin.
b. Kepemilikan
Umum adalah izin dari Allah Swt. Kepada jamaah (masyarakat) untuk secara
bersama-sama memanfaatkan sesuatu.
Aset yang tergolong kepemilikan umum ini, tidak boleh sama
sekali dimiliki secara individu, atau dimonopoli oleh sekelompok orang. Aset
yang termasuk jenis ini adalah: pertama, segala sesuatu yang menjadi kebutuhan
vital masyarakat, dan akan menyebabkan persengkataan jika ia lenyap, misalnya:
padang rumput, air, pembangkit listrik, dan lain-lain; kedua, segala sesuatu
yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu, misalnya:
sungai, danau, laut, jalan umum, dan lain-lain; ketiga, barang tambang yang
depositnya sangat besar, misalnya: emas, perak, minyak, batu bara, dan
lain-lain.
c. Kepemilikan
Negara adalah setiap harta yang menjadi hak kaum Muslim, tetapi hak
pengelolaannya diwakilkan pada Khalifah (sesuai ijtihadnya) sebagai kepala
negara.
Aset yang termasuk jenis kepemilikan ini di antaranya adalah:
fa’i, kharaj, jizyah, atau pabrik-pabrik yang dibuat negara, misalnya, pabrik
mobil, mesin-mesin, dan lain-lain. Adanya kepemilikan negara dalam Islam, jelas
menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan, dan aset-aset yang cukup
banyak. Dengan demikian negara akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai pengatur urusan rakyat. Termasuk di dalamnya adalah memberikan jaminan
pemenuhan kebutuhan rakyat miskin.
2.
Pengelolaan Kepemilikan
Pengelolaan
kepemilikan dalam Islam mencakup dua aspek, yaitu pengembangan harta
(tanmiyatul Mal) dan penginfaqkan harta (infaqul Mal). Baik pengembangan harta
maupun penginfaqkan harta, Islam telah mengatur dengan berbagai hukum. Islam,
misalnya, melarang seseorang untuk mengembangkan hartanya dengan cara ribawi,
atau melarang seseorang bersifat kikir, dan sebagainya. Atau misalnya, Islam
mewajibkan seseorang untuk menginfaqkan (menafkahkan) hartanya untuk anak dan
istrinya, untuk membayar zakat, dan lain-lain. Jelaslah, bahwa dengan adanya
pengaturan pengelolaan kepemilikan, akan menjadikan harta itu beredar,
perekonomian menjadi berkembang, dan kemiskinan dapat di
atasi.
3. Distribusi
Kekayaan di Tengah-tengah Masyarakat
Buruknya
distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat telah menjadi faktor terpenting
penyebab terjadinya kemiskinan. Oleh karena itu, masalah pengaturan distribusi
kekayaan ini, menjadi kunci utama penyelesaian masalah kemiskinan. Dengan
mengamati hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan masalah ekonomi, akan kita
jumpai secara umum hukum-hukum tersebut senatiasa mengarah pada terwujudnya
distribusi kekayaan secara adil dalam masyarakat. Apa yang telah diuraikan
sebelumnya tentang jenis-jenis kepemilikan dan pengelolaan kepemilikan, jelas
sekali, secara langsung atau tidak langsung mengarah kepada terciptanya
distribusi kekayaan.
Lebih
dari itu, negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta
kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya, negara memberikan sebidang
tanah kepada soseorang yang mampu untuk mengelolanya. Bahkan setiap individu
berhak menghidupkan tanah mati, dengan menggarapnya; yang dengan cara itu dia
berhak memilikinya. Sebaliknya, negara berhak mengambil tanah pertanian yang
ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut. Semua itu
menggambarkan, bagaimana syariat Islam menciptakan distribusi kekayaan,
sekaligus menciptakan produktivitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia,
yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan.
VI. Analisa
Dari ayat-ayat yang dipaparkan di atas kita
melihat bahwa, Allah telah memberikan ayat-ayat yang cukup jelas tentang laut,
dan kemanfaatanya. Dimulai dari mengingatkan akan kapal-kapal yang berlayar di
lautan dengan membawa barang-barang dagangan sebagai aktivitas perdagangan
mereka. Semua itu adalah satu di antara tanda kebesaran-Nya.
Kemudian Allah jualah yang menundukkan laut
agar manusia dapat mengambil segala yang di dalamnya dengan cara langsung atau
up date. Allahlah yang telah menundukkan kapal dari segala goncangan ombak dan
badai serta gangguan lain agar manusia dapat mengambil sebagian dari
karunia-Nya.
Kebesaran-Nya menjadikan laut asin dan tawar
untuk kehidupan manusia, agar manusia dapat memakan daging yang segar,
mengambil perbendaharaan yang ada di dalam laut berupa; perhiasan dan barang
tambang.
1. Penafsiran-penafsiran yang ada; lebih
menekankan dari sisi akidah, tentang kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya dalam
menundukkan lautan yang bisa tenang dan ganas, serta menundukkan kapal-kapal
agar bisa berlayar di atas permukaannya. Ulasan ini kemudian dibawa untuk
difikirkan bagi manusia apakah belum cukup semua ini menjadikan manusia bersyukur.
2. Belum ditemukan penafsiran yang menggagas
secara khusus tentang bagaimana hubungan timbal balik, dari konsekwensi
ayat-ayat yang telah diturunkan oleh Allah SWT di atas. Sementara kalau digagas
akan sangat fital pengembangan potensi kelautan ini, minimal ada 6 alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan
memiliki potensi untuk dibangun. Pertama,
Indonesia
memiliki sumberdaya laut yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun
diversitas. Kedua, Indonesia memiliki daya saing (competitive
advantage) yang tinggi dan sektor kelautan dan perikanan sebagaimana
dicerminkan dari bahan baku
yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya. Ketiga, industri di
sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward
linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnya. Keempat, sumberdaya
di sektor kelautan dan perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat
diperbaharui (renewable resource) sehingga bertahan dalanm jangka
panjang asal diikuti dengan pengelolaan yang arif. Kelima, investasi
di sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi yang relatif tinggi
sebagaimana dicermainkan dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
yang rendah dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi pula. Keenam,
pada umumnya industri perikanan berbasis sumberdaya lokal dengan input rupiah
namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar.[22]
3. Padahal dari ayat-ayat di atas yang
membicarakan Potensi sumber daya kelautan dan perikanan, maka salah satu entry-point
untuk memulai dan melangsungkan pembangunannya adalah pengembangan
investasi di sektor ini, yang diyakini dapat menjadi industri kelautan yang
kuat dan terintegrasi secara vertikal maupun horizontal. Paling tidak terdapat
5 (lima) kelompok industri kelautan yakni:
(1) industri
mineral dan energi laut,
(2) industri
maritim termasuk industri galangan kapal,
(3) industri
pelayaran,
(4) industri
pariwisata, dan
(5) industri
perikanan.
Berdasarkan
pendekatan pembangunan industri yang terpadu, 5 (lima) kelompok industri
kelautan tersebut memiliki saling keterkaitan satu dengan lainnya, yakni (1)
sebagian dari konsumen industri mineral/energi dan industri maritim adalah
industri perikanan, pelayaran dan pariwisata, (2) sebagian dari konsumen
industri pelayaran adalah industri perikanan dan pariwisata, dan (3) sebagian
dari konsumen industri perikanan adalah industri pariwisata.
Dalam kerangka ini
maka industri perikanan dapat diproyeksikan sebagai salah satu lokomotif
pembangunan keempat industri kelautan lainnya. Artinya apabila industri
perikanan berkembang akan dapat menarik pertumbuhan keempat industri lainnya.
Oleh karenanya, untuk membangun industri kelautan yang tangguh diperlukan
industri perikanan yang kuat.
Dengan pemikiran
tersebut, sudah sewajarnya apabila pembangunan perikanan menjadi prime mover
dalam sektor ini. Lebih-lebih dalam situasi krisis ekonomi, usaha perikanan
mampu bertahan, bahkan dapat menyumbangkan penerimaan devisa negara, utamanya
usaha perikanan yang menghasilkan komoditas ekspor.[23]
4.
Segenap pesan ayat tidak akan bisa
menanggulangi masalah kemiskinan, jika
pengelolaanya tidak juga diatur dengan cara yang benar “agama”, sebab fakta
membuktikan bahwa selama ini kondisi para masyarakat peisisir juga belum banyak
mengalami perubahan. Dan pijakan kebijakan penanggulangan kemiskinan ini juga
bukan hanya dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun lebih ke arah individu
masyarakat, sistem kapitalis terbukti tidak mampu merubah kemiskinan ini sebab
akan berimbas pada semua potensi hanya ada pada orang-orang kaya, dimana hal
ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana firman-Nya: dalam surat al-Hasyr
ayat 7 yang artinya:
..”
Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. ”
An-Nabhani
mengatakan bahwa kemiskinan yang harus dipecahkan adalah kemiskinan yang menimpa
individu sehingga yang harus dilakukan adalah menjamin pemenuhan kebutuhan
pokoknya serta mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersiernya, dan jalan untuk mencapainya adalah dengan menciptakan distribusi
ekonomi yang adil di tengah-tengah masyarakat.[24]
5.
Peran pemerintah dalam mengatur hajat hidup
orang banyak ini juga ikut menentukan, anggaran pengelolaan kelautan harus
senantiasa ditingkatkan sejalan dengan kemajuan yang yang akan dicapainya.[25]
VII. Penutup
Dengan
melihat paparan alQur’an di atas dapat kita simpulkan bahwa Islam telah
memberikan gambaran secara jelas bahwa laut memberikan kemanfaatan yang luar
biasa besar. Semua yang terkandung di dalamnya adalah untuk manusia agar
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia.
Bagi
bangsa Indonesia pengelolaan yang baik dan sesuai aturan akan sangat
mempengaruhi keberhasilan program pengentasan kemiskinan, lebih kusus
masyarakat pesisir.
Terma
yang digunakan dalam al Qur’an untuk menggambarkan laut cukup beragam,
sementara untuk yang terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi dapat memberikan
gambaran kepada kita akan sunber yang ada di dalamnya.
Adalah
sebuah kewajiban untuk memakmurkan dunia dan seisinya, semua yang dilakukan
agar difokuskan untuk mencoba mensyukuri segenap nikmat-nikmat yang telah
diberikan oleh Allah kepada kita, manusia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Marbawi, Muhammad
Idris, Kamus al-Marbawi (Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1350 H).
As
Sa’diy, Abdurrahman ibn Nashir, Taisir ak Karim al Rahman, (Al Qahirah, Dar al
manar, tt.).
An-Nabhani,
Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham
al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V, (Surabaya: Risalah
Gusti, 2000).
Al-Yasu’I,
Lois Ma’luf, al-Munjid (Beirut: al-Katulikyyah, 1927).
Dahuri, Rokhmin, Strategi Pengembangan Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan Berbasis Ekonomi Kerakyatan. Seminar Nasional”Strategi Pengembangan
Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Berbasis Ekonomi Kerakyatan”. 2004.
Sayyid
Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, terj.
(Jakarta: Gema Insani, 2000).
[1]
http://rudyct.tripod.com/sem1_023/andy_a_zaelany.htm.
[2]
Ibid.
[3]
http://www.lautanquran.com/modules.php?op=modload&name
[4] Lois Ma’luf al-Yasu’I, al-Munjid
(Beirut: al-Katulikyyah, 1927), h. 613.
[5] Muhammad Idris al-Marbawi, Kamus
al-Marbawi (Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1350 H), h.391.
[6] Abdul-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah
fi-al-Tafsir al-Maudhu’i (Kairo: al-Hadharat al Gharbiyyah, 1977), h. 52.
[7]
Ibid, h. 61-62.
[10]
Abdurrahman ibn Nashir as Sa’diy, Taisir ak Karim al Rahman, (Al Qahirah, Dar
al manar, tt.), h. 78.
[11]
Ibid, h. 436.
[12]
Ibid, h. 462.
[13]
Ibid, h. 643-644.
[14]
Ibid, h. 686.
[15]
Sayyid Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 182.
juz. 1.
[16]
Ibid, h. 168, juz. 7.
[17]
Ibid, h. 274, juz. 7.
[18]
Ibid, h. , juz.9.
[19] Nelayan adalah orang
yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam penangkapan
ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Dari status penguasaan kapital, nelayan
dapat dibagi menjadi nelayan tradisional dan nelayan buruh. Nelayan tradisional
secara umum merupakan kelompok sosial yang paling terpuruk tingkat
kesejahteraannya, sementara kondisi ini sangat dekat dengan tekanan ekonomi,
pendapatan yang tidak menentu sehingga menyebabkan rendahnya perolehan rumah
tangga dari aktivitas sebagai nelayan. Hal ini dapat disebabkan oleh
faktor-faktor baik positif maupun negatif.
[20]
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0401/07/bahari/785579.htm
[21]
http://www.e-syariah.net/artikel.asp?id=4
[22] Rokhmin Dahuri, Strategi Pengembangan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Berbasis Ekonomi Kerakyatan. Seminar Nasional”Strategi Pengembangan Sumberdaya
Perikanan dan Kelautan Berbasis Ekonomi Kerakyatan”. 2004. hal 30-64 ,
sebagaimana dikutip oleh T. Ersti Yulika Sari, nonnysaleh@hotmail.com.
[23]
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/r/rokhmin-dahuri/index2.shtml
[24] Taqyuddin
an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham
al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V, (Surabaya: Risalah
Gusti, 2000), hal. 21-23.
[25] Menteri Kelautan dan
Perikanan, Rokhmin Dahuri, mengusulkan peningkatan dana yang diambil dari APBN
sebesar Rp 3,5 trilliun untuk tahun 2005. "Dana yang kita peroleh tahun
ini cuma Rp 2 trilliun. Ini masih sangat kurang," ujarnya kepada Tempo
News Room di Jakarta, Kamis (19/8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar